Kamis, 30 Mei 2013

Meratap Ruang

Sebelum membaca tulisan Italic di bawah ini, saya memohon pada pembaca untuk menghela nafas tiga kali terlebih dahulu... terimakasih.
 

Setelah lama meringkuk diam terpaku tanpa mampu beranjak sedikitpun tenggelam dalam buai. Walau buai itu masih hangat dipelukan, ntah kenapa batin tersentak, lalu tersadar. Perlahan, bola mata mulai bergerak-gerak beberapa derajat karena takut terluka setelah menyungging lelah, sedikit demi sedikit dengan bersusah payah membuka kelopaknya. Sedikit demi sedikit pulalah warna-warna mulai menghampiri sambut-menyambut memancarkannya melalui cahaya. Seakan-akan mereka mempertanyakan kabar, rasa, hasrat dengan kesenduan yang dimilkinya. 
Tetapi kok cuma bayang-bayang muda yang datang. Kemudian mata membujuk syarafnya berjalan ke hati untuk menyampaikan pesan berharga mencoba mencicipi indahnya di luar ringkuk-an ini. Tak lama hati berbisik-bisik sendiri, mendecak dan bergumam untuk melancarkan tenaga terakhir yang ia punya. Setelah tak mampu lagi hati sibuk sendiri, tanpa sadar, jari-jari tangan yang beku mulai tersentak, gemeriak kecil seakan-akan ingin sekali menggengam, melumat dan memecahkan apa yang bisa diraihnya walau sadar pasti tak mampu ia melakukan itu. 
Seketika itu juga lutut ikut gemetar, bergoyang dan menghentakkan kekakuannya. Sepertinya ingin rasanya ia melompat setinggi-tingginya dan tidak ingin lagi kembali ke dasar tapi otot-otot sangat marah dan tak mengizinkan ia untuk melakukannya. 
Apa ini...! Kenapa sepi yang selalu datang... Sampai kapan ia mengurungku begini.. Ambillah aku putih! Mohon sirami aku cahaya mu... Mohon bangkitkan aku dari sini... Walau sanggup aku begini seribu tahun lagi, tetapi maya nya terus memaksaku merangkak, berjalan, berlari dan melayang... aku sadar tak dapat melakukannya secepat itu, dan secepat yang dia mau. Sentuhlah kuku ku, usaplah ia perlahan, siramilah cahayaMu pada ku, lindungilah aku untuk tetap selalu dalam bisikanMu agar maya itu tidak mau lagi menggangguku.
Akhirnya, tidak pantas lagi sepertinya aku beranjak karena pancaran cahayaMu, tapi ketika maya itu datang aku pasti takut... Aku mohon, jangan lepaskan cahayaMu walau kita sangat jauh.

Siapakah Aku...? pasti bingungkan menjawabnya..., pengen tau aja apa pengen tau bangeeet...? hehehe, mari kita telusuri pemikiran berikut ini..


Istilah kata meratap dalam bahasa Indonesia berkata dasar 'ratap' yang lebih cenderung bermakna 'wail' dalam bahasa Inggerisnya dan aplikasinya lebih mengarah ke kata benda. Ketika di bubuhi awalan 'me' menjadi 'me-ratap', maknanya jadi bergeser dan dalam bahasa Inggeris-nya menjadi 'lament' yang lebih cenderung digunakan sebagai kata kerja. Istilah 'lament' hadir pertama sekali pada abad ke XV, pada zaman Inggeris pertengahan namanya 'lementen', pada zaman Perancis pertengahan namanya 'lamenter', pada zaman Latin pertengahan namanya 'lamentari' yang asal katanya itu 'lamentum'. Istilah 'lament' dalam bahasa Inggeris artinya sikap mengekspresikan kesedihan, duka dan menyesal efek yang demonstratif (kamus Merriam Webster). Dari arti tersebut dapat kita ambil makna bahwa 'lament' adalah sikap yang dipastikan lawan dari senang, gembira atau bahagia. Berbeda halnya dengan kata 'ratapan', karena istilah ini merujuk kepada kata benda; benda tersebut dipercaya menjadi objek sebagai tempat atau arah dalam sikap merasakan mental atau jiwa yang sedang lemah karena pengalaman-pengalaman atau kepercayaan tertentu. Sedangkan 'lament' atau 'me-ratap' diidentifkasi telah mengalami atau merasakan sesuatu yang dapat mempengaruhi mental dalam kondisi tertentu muncul tanpa membutuhkan objek atau tempat tertentu, sehingga timbul reaksi sebagai jelmaan aksi untuk mengurangi beban mental atau jiwa yang terlalu berat di pendam. Aksinya bisa saja menangis tersedu dalam posisi leher yang layu, teriak tak tentu arah, berkata-kata dengan nada yang cukup keras tanpa kejelasan yang tak tentu arah, dan meringkuh kaku sedekat-dekatnya dengan bumi sambil menutup mata tanpa sadar pikiran terbang melayang dengan liar. Jadi 'me-ratap' ini adalah sikap yang melebihi dari sedih, duka maupun sesal.

Tulisan ini hadir berupaya kuat dengan hati-hati agar sanggup menggelar keberadaan 'ruang' yang terkadang kebanyakan dari kita tidak atau kurang merasakan kehadirannya. 'Ruang' itu bisa jahat, bisa kejam, bisa adil, bisa ramah, bisa kelihatan, bisa kabur, bisa mengikuti, bisa diam, bisa membesar, bisa mengecil, bisa tinggi, bisa rendah, bisa sopan, bisa kurang ajar, bisa datang, bisa pergi, bisa bangun, bisa tidur, bisa menuntun bahkan bisa tak mau tau. Karena sangat luasnya makna kehadirannya, sampai-sampai kita tidak menyadari keberadaannya seperti semut di tengah lautan kelihatan sementara tak sadar ada gajah di depan mata. Maka dari itu, tulisan ini mencoba mengambil sikap meratap agar pembaca memahami bagaimana segala yang melingkupi si 'ruang' untuk dapat berkenalan dengan nya, bersahabat, dan bersama-sama berbuat sesuatu yang terbaik dan terindah bersama nya.


Ruang dan Tempat, bagai si kebar tak sekandung

Ruang dan tempat dalam bahasa Indonesia sedikit sulit untuk membedakannya di mata awam. Ketika kita berhadapan dengan ruang, orang-orang menyebutnya tempat; dan ketika berhadapan dengan tempat, orang-orang menyebutnya ruang. Sehingga kita agak ragu apakah ruang dan tempat si kembar itu, atau mereka berasal dari keluarga yang berbeda dan kebetulan saja ada kemiripan di wajah mereka. Atau ketika kita bertemu ruang, ternyata si tempat namanya; atau ketika bertemu tempat, si ruang ternyata namanya. Apakah de javu ini susah di obati bagai penyakit akut yang sulit sekali untuk disembuhkan.


Pemahaman tentang Ruang dalam Arsitektur terus mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Di Eropa sejak abad ke 18, para arsitek maupun pemikir arsitektur telah sering menggunakan istilah ‘volumes’ dan ‘voids’, dan kadang-kadang juga menggunakan ‘space’ sebagai sinonim dari istilah-istilah tersebut (sesekali mereka masih menggunakan istilah ruang, tapi pada dasarnya hal itu adalah untuk menjelaskan ruang (space) sebagai sinonim atau bagian dari ruangan dengan aspek-aspek ‘voids’ dan volumes’ di dalamnya, contoh: ‘void space,’ ‘loss of space’. Adrian Forty, hal. 256). Awal mula perbincangan Arsitektur tentang kata ruang (‘space’) sendiri secara resmi baru terjadi kemudian yaitu di Jerman pada tahun-tahun 1890-an yang mana digunakan istilah ‘raum’. Hal ini menimbulkan problem bagi para arsitek yang bukan berasal dari Jerman, seperti di Inggris karena menurut bahasa aslinya ‘raum’ (Jerman) itu menandakan suatu ‘material enclosure’  yang sekaligus juga merupakan sebuah konsep filosofi, sementara dalam bahasa Inggris disebut ‘room’  lebih merupakan sebuah ruangan fisik (Dr. Kemas Ridwan Kurniawan, ST., M.Sc.).

Ketika kita mendengar kata 'ruang', pikiran kita berupaya mengambil kesimpulan tertentu untuk mengidentifikasi kebaradaannya agar tidak salah berinteraksi. Secara umum ya seperti itu kondisinya. Berarti di mata awam, istilah ruang akan hadir bila ada interaksi tertentu. Dan sebaliknya, bila tidak ada interaksi, maka ruang tersebut tidak akan hadir. Namun secara filosofis, ruang itu hadir tidak mengenal adanya interaksi, tetapi sejauh mana kita menyadari kehadirannya. Ruang itu abstrak, semu dan unindentify. Ketika kita menyadari kehadirannya secara absolut, maka makna 'ruang' nya akan hilang dan berubah menjadi tempat atau lokasi (place). Sehingga dapat dikatakan bahwa makna ruang di dalam arsitektur adalah material mentah yang siap kapan saja untuk di produksi menjadi tempat. Misalnya daerah pinggiran tebing sebagai leher jurang, apakah daerah tersebut tidak ada ruang? Kita dapat membayangkannya bahwa daerah tersebut tidak ada interaksi manusia. Secara umum, maka disana tidak ada ruang. Namun secara filosofis arsitektur, itulah ruang. Jadi ruang adalah bentuk bentuk murni sebagai wadah yang melingkupinya.

Bila kita kembali lagi pada praktik pemakaian istilah 'ruang' dan 'tempat' dalam kehidupan sehari-hari, sering kali terjadi kesalahan penempatan kata-kata pada pengucapan maupun penulisan. Hal ini perlu di kritisi dalam ranah arsitektur agar dengan pemahaman kita terhadap ruang dapat menghasilkan kualitas tempat yang dapat mewakili keberadaan ruang itu sendiri menyatu dengan interaksi yang akan hadir. Dalam bahasa pengalamannya, 'ruang' itu benar adalah ruang bila menjadi dasar dalam melahirkan atau menciptakan 'tempat'. Dan 'tempat' itu benar disebut sebagai 'ruang' bisa saja suatu 'tempat' yang telah mati berstatus atau teridentifikasi sebagai 'ruang'-murni. Sehingga bagaimana dengan 'ruang kelas', 'ruang dosen', 'ruang tamu' atau 'ruang... ruang... ruang...' lainnya, itukan nyata dinamakan 'ruang' dan manusia memahami hal itu...! Bila kita coba memahami pemikiran dalam memaknai 'ruang' yang telah kita bahas di atas adalah bahwa 'ruang..ruang...ruang...' itu semua makna hakikinya adalah tempat; ruang murni yang menjelma menjadi tempat. Untuk lebih mudah dipahami oleh indera komunikasi antar interaksi yang telah berlaku, maka 'ruang...ruang...ruang...' tersebut hanya sebagai nama, tanda, kode, bentuk dari keberadaan yang sebenarnya disebut 'tempat' atau ruang yang sudah diproduksi menjadi tempat dan untuk memudahkan interaksi dan komunikasi tertentu diberi nama '-ruang-' ....... dan begitu juga sebaliknya.... (kok kayak diperas otak ini untuk menyampaikannya, huuuffsss...!)

Dari hasil analisis praktis terhadap 'ruang dan tempat', dapatlah kita ambil kesimpulan bahwa 'ruang' hadir terlebih dahulu dari 'tempat'; 'tempat' tak akan ada jika tidak ada 'ruang' dan 'ruang' atas kehadirannya tidak tergantung dengan 'tempat'. Maka yang pada awalnya kita tidak begitu mempermasalahkan keberadaan 'ruang' dan 'tempat', memperlihatkan mereka seperti si kembar tak sekandung. Artinya bahwa 'ruang' dan 'tempat' memiliki makna yang mirip seperti kembar, namun 'ruang' dan 'tempat' tidak memiliki hubungan apa pun - keduanya hadir untuk di lapaskan, disebutkan, ditulis berdasarkan keinginan aktornya agar mudah dimengerti dan dipahami atas tuntutan yang sudah berlaku membuat keduanya berarti tak sekandung.
Padahal berdasarkan analisis praktis,'ruang' dan 'tempat' itu tidak kembar, namun sekandung. Tidak kembar berarti kita dapat membedakan dengan jelas apa itu ruang, dan apa itu tempat. Sedangkan sekandung, kita memahaminya bahwa 'tempat' pasti hadir karena 'ruang' dan 'tempat' tidak akan ada tanpa 'ruang'.



Mencekuh 'ruang' berdimensi pribadi dan budaya

Tanpa kita sadari, mata menuntun untuk berjalan sambil melihat seperlunya agar tidak membahayakan aksi berjalan tersebut pada anggota tubuh kita. Kita hanya melangkah dengan pasti apbila langkah itu layak untuk dijalani. Semua pergerakan itu mata-lah yang membimbingnya sehingga kita sampai ke tempat tujuan. Sesekali kita jalan perlahan, kadang berlari kecil, melompat sedikit dan juga berhentisejenak lalu berjalan normal lagi. Aksi tersebut adalah substansi yang lahir dari mata sebagai alat untuk memperjelas arah langkah kita. Setelah kita memahami arah jalan yang harus kita lewati, tanpa kita sadari kita tidak begitu perduli dengan gerak langkah kita karena pengalaman telah menggantikan mata untuk menuntunnya. Saat itulah mata mulai mencari kesibukan lain diluar tugasnya karena telah digantikan oleh pengalaman tadi. Mungkin disaat-saat inikita menggunakan kembali kesadaran yang penuh untuk mencermati lingkungan yang sedang dilewati. Mulai mencari identitas setiap ruang yang ditemui agar lebih memahami kondisi yang ada dan dapat mengambil tindakan dengan cerpat bila ada sesuatu yang mengganggu diluar dari langkah-langkah kaki yang telah dijalani pada tugas sebelumnya. Ruang yang hadir melalui penglihatan kita, itu adalah absolutly... tapi apakah kita sadar akan ke-ruang-an kita sendiri? 

Robert Sommer (seorang ahli psikologi) dalam bukunya personal space telah menyadarkan kita bahwa ruang itu ada kemana kita pergi. Ruang itu selalu melingkupi pribadi kita dimanapun, sesaatpun dan kapanpun. Sommer menamakannya dengan gelembung pribadi. Gelembung pribadi bisa membesar dan juga bisa mengecil tergantung kondisi mental yang kita alami pada saat dan tempat ketika itu. Ketika kita sendiri dimalan sepi, gelembung pribadi itu akan membesar sejauh indera kita menerima geometri lingkungan. Dan gelembung pribadi itu bisa mengecil melekat pada kulit tubuh kita di saat ramai, padat yang hingar bingar atau hiruk pikuk. Ternyata setelah memahami gelembung pribadinya Sommer, 'ruang' tidak akan terhapus oleh tempat, 'ruang' melekat pada pribadi diri kita sendiri untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan tempat-tempat di luar dari diri kita. Gelembung pribadi itu akan setia melingkupi segala pergerakan kita. Gelembung pribadi tidak akan pernah bergeser maknanya menjadi 'tempat pribadi'. Maka semua ruang dapat diproduksi menjadi tempat, kecuali ruang yang bernama gelembung pribadi. Ia adalah ruang yang selalu murni, tidak mengenal reinkarnasi dan ia akan selalu patuh untuk terus menemani diri hingga raga tidak kuat lagi.

Kalau pemikiran kita beranjak lebih luas lagi, Edward T. Hall (Budayawan) juga menawarkan pemahaman ruang yang lebih kompleks lagi yaitu proxemics. Proxemic dapat dipahami sebagai instrumen untuk membuktikan kebenaran adanya gelembung pribadi karena ia lahir atas reaksi sikap mental antar sesama manusia yang dipengaruhi oleh nilai-nilai kebudayaan (cara hidup) yang di anutnya. Hal ini sangat mempengaruhi kebedaraan ruang yang tercipta, baik berupa efek reaksi bagi gelembung pribadi setiap manusia maupun penciptaan tempat yang tercipta berasal dari reaksi gelembung pribadi setiap manusia tersebut. 

Salah satu contoh sikap mental budaya yang berbeda antar manusia yang dapat mempengaruhi dalam memproduksi ruang adalah aksi awal pertemuan manusia. Di Indonesia, awal pertemuan dua manusia laki-laki di tandai dengan bersalaman. Sikap tersebut cukup hanya sampai disitu, kemudian lalu mulai berbicara dengan kondisi tertentu. Walau kadang juga saling bersentuhan pipi sambil berpelukan sejenak, sikap ini hanya dilakukan oleh manusia satu kelompok tertentu untuk menunjukkan nilai kedekatan tertentu, dan sikap ini tidak menjadi kebiasaan setiap manusia di Indonesia pada umumnya. Berbeda halnya dengan masyarakat yang ada di Saudi Arabia, awal pertemuan dua manusia biasanya ditandai dengan bersalaman lalu saling menyentuhkan pipi dengan pipi sambil saling berpelukan. Sikap ini merupakan sikap yang sudah melekat antar mereka seperti kita bersalaman di Indonesia. Bila kita di Indonesia mengalami sikap tersebut seperti di Saudi Arabia, sudah pasti akan merasakan kecanggungan; canggung disana menunjukkan fakta bahwa gelembung pribadi kita akan terganggu karena melakukan suatu sikap yang tidak biasa. Efeknya bagi penciptaan tempat, ruang yang disediakan untuk sikap tersebut di Saudi Arabia akan memerlukan dimensi ruang yang lebih luas dibanding dengan menciptakan tempat tersebut di Indonesia. Karena, Sikap tersebut memiliki durasi waktu yang lebih lama untuk bersikap  dari sekedar bersalaman. Atau bisa saja terjadi penumpukan antrian manusia membutuhkan dimensi tempat penerima yang lebih luas dari sebuah tempat yang mampu mewadahi sikap bersalaman. Dari contoh sikap ini, budaya telah terbukti mempengaruhi kapasitas tempat dalam mengolah ruang untuk diproduksi.



Bila kita terus berpindah pada pemikiran yang luas lagi, ruang yang tidak menjadi perhatian pada pada setiap orang pada umumnya dapat mengandung potensi yang luar biasa untuk melahirkan tempat. Dan dalam kelahirannya dapat mempengaruhi gelembung pribadi dan budaya manusia secara umum. Takut, bebas, takjub, dan efek mental manusia lainnya sebagai substansi keberadaan tempat karena tergantung manusia khususnya arsitek apakah dapat melihat potensi tempat tersebut. Berikut ini akan tampil karya arsitektur yang liar karena tempat hadir berasal dari ruang yang tidak biasa untuk mempengaruhi dan mendukung gelembung pribadi dan budaya manusia atas maksud-maksud tertentu.


 Rumah pinggir jurang seluas 160 m2 di Kolbotn, Norway Selatan, Oslo

Sepasang suami istri yang ingin memiliki rumah di bibir jurang terjal karena terinspirasi oleh film James Bond. Jarmund adalah seorang arsitek yang mewujudkan keinginan itu. Sebuah rumah dirancang dan dibangun condong ke arah timur di area tersebut. Jarmund membuatnya bergantung di atas lereng dengan kekuatan kolom baja yang ramping. Akses masuk dibuat melalui tangga sepanjang lereng yang naik menuju dataran tinggi menuju rumah. 'Pintu masuk' ini sengaja dibuat untuk menonjolkan kesan dramatis yang timbul antara volume dan area di sana. Interior dibentuk dengan memotong ke arah tangga masuk secara horisontal. Kamar mandi dan kamar tidur dibuat efektif dengan memanfaatkan ruang-ruang kosong sepanjang koridor. Sedikit meresahkan, karena rumah yang didirikan terlihat sangat kokoh, sedang tanah yang menyangganya terkesan rapuh. Namun itulah keistimewaan dan keajaiban rumah ini. Dinding dengan interior ala birch yang ditutupi dengan kayu lapis, sedang pada bagian luarnya menggunakan warna-warna natural berwarna papan semen. Struktur utama yang digunakan pada rumah ini adalah baja. Lantai dipoles dengan beton bertulang. Kaca-kaca besar dan bening yang terpampang di dinding menambah kesan luas dan megah. Sangat kontras dengan tajam dan curamnya bebatuan, rumah ini memiliki banyak sudut lancip (http://family.ghiboo.com). 

Jurang tidak selalu menjadi ruang yang menakutkan bagi sebagian orang. Jurang dapat dikatakan merupakan suatu ruang yang hampir tidak memiliki potensi dijadikan tempat. Jarmund berupaya sebaik mungkin untuk menghilangkan kesan tepi daratan dari jurang agar pemakai merasakan bertinggal di udara. Kenyataan ini diperkuat dengan memperkecil hambatan penglihatan pemakai dari dalam rumah ke alam luar dengan mendirikan dinding kaca seluas mungkin. Selain itu pemakai juga diberi kesempatan untuk merasakan mental kuasa karena kediamannya berada jauh lebih tinggi dari deretan kediaman lain di sekitarnya. Walau pemakai kadang berupaya menghapus rasa takut untuk bertinggal di rumah tersebut, tapi sepertinya pemakai menganggap itulah efek mental diri berupa sensasi yang bisa dinikmati selama tempat tinggal itu berdiri. Atau kenikmatan sensasi itu telah menutupi rasa takut dalam memakai tempat tinggal yang mencirikan seperti itu. Tetapi yang pasti bahwa, jurang sebagai ruang pasif dapat menjadi aktif untuk menjelmakan suatu tempat yang dapat mencuri perhatian masyarakat lainnya.


Kemudian, jika kita makan dengan pemandangan yang bebas, lepas, mungkin akan dapat menambah nafsu makan kita dari kondisi biasanya. Bagaimana dengan restoran di China berikut ini?


Tempat makan yang berada di tengah tebing


Manipulasi pesona pemandangan yang malah mengganggu nafsu makan karena lokasi restoran yang ekstrim
  

Penampakan desain tempat makan yang memang sengaja mengikuti lereng jurang


Kondisi koridor menuju tempat makan


 Penampakan interior resto yang bermandikan cahaya berupaya mengusir rasa takut pengunjung

 Tempat masuk resto yang menyembunyikan kesan ruang di dalamnya


Restoran Fangweng yang menggantung ini terletak di Happy VAlley di Xiling Gorge. Restoran ini menawarkan pemandangan alam yang indah disekitarnya bagi para petualang yang berani menginjakkan kaki di dalamnya. Bangunan bata kusam pada bagian pintu masuk restoran tidak mencerminkan keadaan sebenarnya. Kejutan itu akan di dapatkan melalui pintu masuk tersebut. Kita akan menemukan sebuah tempat yang unik untuk menikmati masakan China sambil mengagumi keindahan alam Xiling Gorge. Bila takut ketinggian, maka jembatan beton sempit sepanjang 30 m tergantung secara vertikal di sisi tebing menghadap Sungi Yangtze mungkin akan menjadi mimpi buruk. Untungnya ada pagar logam yang dapat dipegang ketika berjalan menuju ke dalam restoran sebenarnya. Ruangan terada hangat karena diterangi lampu gantung tradisional dan di hias prabotan gaya China. Pemandangan ke luar resto cukup menarik, bila melihat keajaiban Happy Valley atau menonton bungee jumping saat mereka melompat dari jempatan didekatnya. Namun seenak apapun makanan yang disajikan di resto ini apakah dapat memanggil nafsu makan si takut ketinggian (mhttp://duniaandromedaku.blogspot.com).

Dari penampakan keberadaan resto, sepertinya arsitek bukan lagi mendesain ruang, namun lebih kepada kegiatan mengukir tebing jurang layaknya pemahat. Tempat ini sebelumnya adalah ruang yang sangat ditakutkan semua orang. Suatu hal yang mustahil untuk berdiam sementara atau singgah disana. Sebelum adanya resto, ruang yang berada ditengah tebih itu hanya diam dan membisu apakah dia bisa apa tidak diproduksi menjadi tempat. Sehingga atas dasar ini diharapkan agar arsitek peka dan menyadari dengan baik tentang akan keberadaan ruang dan menggali potensi yang ada padanya.
Berikutnya kita akan melihat tempat ibadah di Huasan, China. Tempat ibadah bernama kuil ini mengambil posisi daerah tertinggi untuk mendekatkan umat pada tuhannya.


Penampakan lokasi kuil yang di bawahnya bertebar awan seakan di atas kayangan


Kuil mengambil ruang di leher tebing sebagai tempat ideal dalam memuja tuhannya

 

Ketika berusaha mendekatkan diri pada Tuhan, boleh jadi sebagian besar orang akan berpikir untuk menyampaikan doa-doanya di tempat yang damai dan sepi. Tampaknya, inilah yang menginspirasi banyak orang untuk mendirikan tempat ibadah di tempat yang tinggi, sunyi, dan berada di tepi jurang. Dibangun di satu ketinggian di kawasan pegunungan, inilah parade rumah ibadah yang berdiri tegak di pinggir jurang seraya dikelilingi keindahan alam yang membuat kita terenyak. Kuil yang terletak di Pegunungan Huashan, Cina, ini tampak bergantung di sisi gunung. Jika ingin mengunjungi biara ini, kita harus meniti tebing yang curam dan jalan berbahaya. Kuil Taktshang Tiger ini terletak di ketinggian tebing sekitar 2.300 kaki di atas Bukit Paro, Bhutan. Tengoklah ke bawah biara ini niscaya kita akan menemukan awan-awan di sana (http://www.republika.co.id/)

Berbeda halnya dengan resto yang telah dibahas sebelumnya. Ruang pada daerah ini cukup sesuai untuk dijadikan tempat ibadah. Sekondisi apapun keberadaan tempat yang dapat mempengaruhi mendatl negatif manusia, tidak akan mempan untuk menghentikan langkah untuk berkunjung ke tempat ibadah ini. Kenapa? karena tempat ibadah adalah suatu tempat yang diyakini dapat mempertemukan manusia dengan tuhannya. Bukan hidup yang harus dipertahankan, namun mati juga tidak masalah di tempat ini. Karena mati di rumah ibadah adalah tujuan sebagian besar manusia dalam mengakhiri hidup atau mengawali kematian. 


Terakhir, juga kita akan melihat hotel di China. Di ruang yang bagaimana tempat itu hadir?


Eksisting lembah terlihat sengaja diciptakan, bukan dari kondisi yang sudah ada


Memproduksi ruang seakan-akan menciptakan tempat memiliki dunia sendiri


Kondisi hotel pada malam hari berhasil memecah gulita


Hotel terletak di daerah Songjiang yang berdekatan dengan Shanghai ini adalah hotel yang dibangun di daerah lembah atau jurang dengan kedalaman sekitar 100 meter (rencananya selesai pada tahun 2009, tetapi penulis tidak tahu apa hotel ini sudah selesai apa tidak saat artikel ini di-publish). Hotel ini nantinya terdiri dari 400 kamar, restoran dan lainnya layaknya sebuah hotel bintang 5 yang juga dilengkapi dengan permainan di air (water activities) serta aquarium raksasa yang dapat dinikmati melalui sebuah restoran dengan kedalaman sekitar 10 meter dibawah permukaan air lembah.
(http://pinkflower9978.blogspot.com). Sayang, tidak disebutkan arsiteknya siapa... 

Pada bagian terakhir ini, saya tidak memberikan komentar tentang keberadaan Hotel di daerah Songjiang ini atas makna ruang terhadap tempat atau sebaliknya. Para pembaca dipersilahkan untuk menganalisisnya secara pribadi untuk melihat fenomena ruang di balik tempat itu.


Terkadang para pengambil kebijakan dalam menata perkotaan sangat sulit melihat potensi ruang yang dapat dijadikan tempat yang layak untuk meningkatkan cara hidup dan gaya hidup yang lebih baik di kota. Selain mengasah kemampuan dalam men-desain bentuk bangunan, para arsitek juga harus belajar untuk melihat potensi ruang di lingkungannya agar dapat memberikan konstribusi pembangunan kota pada negaranya. Ruang itu adalah suatu objek yang pemalu, pendiam dan cuek. Dia tidak akan menegur, kalau tidak kita yang menegur di luan. Dia tidak akan menjawab kalau kita tidak bertanya lebih dahulu. Dan dia juga tidak perduli dengan nasehat kita kalau kita tidak memberikan solusi kepadanya.


Dengan keterbatasan waktu, tenaga dan pikiran yang ada, hanya disini dulu ratapan ruang berbau arsitektur yang dapat saya muntahkan. Semoga berguna bagi pembaca dan dapat menggoncang susunan pikiran yang mulai kaku menjadi lebih dinamis. Segala kesalahan dan kekeliruan dalam tulisan ini mohon disampaikan dengan bukti yang mengena dan logis agar kita bisa berbagi dalam pengetahuan arsitektur yang kita senangi ini.

Kata kunci: meratap, ruang, tempat, gelembung pribadi, budaya, produksi ruang



 
daripada tersinggung dengan ejekan & kritikan, lebih baik diambil manfaatnya sebab adakalanya ejekan & kritikan dari musuh lebih jujur dari pujian seorang teman... 
Fastabikhul khairat, Wassalamualaikum, wr.wb.
blackaruni, tiga puluh mei dua ribu tiga belas, 17:40
medan
 



Minggu, 26 Mei 2013

Atap yang Me-ruang

Menurut kamus Merriam-Webster, istilah atap yang bahasa Inggerisnya rooftop berarti the outer surface of a roof atau permukaan terluar sebuah penutup bangunan. Bila menerjemahkan istilah atap pada bahasa Inggeris menjadi roof, dirasa kurang mengena karena artinya adalah penutup. Penutup yang dimaksud tidak hanya terjadi pada bangunan, bisa saja mulut yang tertutup oleh pizza, bahkan sebuah mobil yang ditutupi oleh terpal. Maka dari itu, istilah atap lebih sesuai dengan bahasa Inggerisnya rooftop yang cenderung sering dipakai pada sebuah bangunan. Misalnya rooftop garden yang dapat diartikan sebagai sebuah bangunan yang ber-atap-kan taman. Penelusuran istilah kata ini tentang kebenarannya dapat didiskusikan lebih lanjut demi mencari kebenaran dalam pemahaman kita masing-masing. Dan pemahaman istilah ini sangat penting untuk dipahami terlebih dahulu agar pemikiran kita tidak bias dalam mengungkap suatu objek yang merujuk pada suatu permasalahan tertentu untuk diselesaikan.

Kota dapat dipahami salah satunya sebagai tempat untuk menjalani antar tindak sehari-hari secara lengkap. Disana terdapat beragam tempat wisata, aneka pusat perbelanjaan, kumpulan perkantoran baik negeri maupun swasta dan sebagai tempat yang memiliki perputaran nilai kapital jauh lebih tinggi dari rural. Modern, fantastis, hiruk-pikuk, kemewahan, dan dualitasnya telah melekat menjadi karakter yang tidak bisa hilang dari suatu tempat yang dinamakan kota. Maka dengan berjalannya waktu, kota perlahan-lahan menjadi suatu tempat yang kurang nyaman bagi sebagian penghuninya karena lahan terbuka (ruang publik) yang semakin langka dan lalulintas kenderaan semakin padat menghambat keinginan penghuninya untuk berpindah dari suatu tempat ke tempat lain untuk memanfaatkan fasilitas kota.

Kota yang baik salah satunya menyediakan tempat terbuka untuk pertemuan yang dirangsang dengan antar tindak berolah raga, bermain anak, cyber public, atau beragam antar tindak lainnya sebagai penjelmaan ruang bernafas dari sesaknya lingkungan kota. Oleh karena itu, muncullah secara perlahan ruang pernapasan pribadi dikota dengan terciptanya ruang publik di atap-atap gedung perkantoran dan rumah-rumah. Hal ini juga tercipta karena kurangnya kebijakan publik oleh pemerintah kota atau juga bisa saja tanggap terhadap issue tertentu seperti pemanasan global dengan menciptakan ruang-ruang hijau pada atap bangunan serta semakin sempitnya ruang kosong dikota sebagai tempat berkumpul warga antar tetangga pada suatu lingkungan perumahan tertentu. Sehingga atap atau rooftop pada bangunan menjadi beralih guna yaitu tidak hanya sebagai penutup bangunan, tetapi harus bisa menjadi ruang yang dapat melayani antar-tindak penghuninya seperti pada gambar berikut.

Gedung New York City (NYC)

                                    Suatu perayaan budaya yang disponsori oleh BMW diatas gedung New York City

Gambar di atas menjelaskan kepada kita bahwa gedung NYC yang dirancang oleh perusahaan Arsitektur HWKN telah merancang atap tidak hanya sebagai penutup gedung, tapi juga dapat digunakan sebagai tempat pertemuan, berjemur, acara seni, studio foto dan cyber public. Pada atap gedung tersebut, arsitek menciptakan bentangan ruang yang tidak rata. Disana terdapat hamparan rumput yang hijau, billboard raksasa, dan kelompok-kelompok ruang murni bertujuan untuk melayani aktivitas pengunjung. Sehingga atap bangunan dirancang sedekat mungkin mencirikan ruang kota yang ada dibawah gedung tersebut. Untuk penampakan desain rooftop NYC dapat dilihat pada gambar berikut.

                                                                                 Desain Ruang Rooftop

Pada gambar diatas terlihat taman yang yang cukup luas ditengah-tengah ruang sebagai penjelmaan keasrian yang harus dirasakan oleh setiap pengunjung yang berada di setiap sisi ruang atap. Terdapat ruang gerbang atau panggung sebagai pengarah konteks acara. Billboard raksasa yang memberi kesan luas ruang atap yang bersifat pemantulan dan juga dapat digunakan sebagai layar pemutaran film, serta taman-taman kecil lainnya untuk memperkuat ke-eksotisan ruang atap agar lebih berkesan alami.


Rumah di Washington DC
 
                                                                           Ruang atap rumah di Washington DC

Atap bangunan yang rubah menjadi taman hijau, itu adalah hal yang biasa. Kini, atap rumah di Washington DC telah ber-expansi menjadi suatu tempat ajang pertandingan olah raga salah satunya liga Bocce antar warga komplek perumahan. Bagi mereka, ini adalah kegiatan eksklusif yang membedakan keistimewaan warga komplek ini dibanding dengan warga komplek lainnya. Liga Bocce adalah suatu olah raga tandingan perorangan atau kelompok dengan melemparkan bola untuk mengenai bola lawan; dan melempar bola pada suatu point lebih dekat dibanding bola lawan. Olah raga ini muncul pertama sekali di Itali dan diterima baik hingga ke negara Paman Sam. Liga Bocce adalah olah raga ketangkasan seperti Bowling out door yang dapat mengendalikan mental pemainnya. Back to topic, ruang atap yang menjadi media olah raga antar tetangga sangat baik untuk membina nilai-nilai sosial kemasyarakatan. Selain melakukan olah raga, mereka juga dapat melakukan hal-hal yang bermanfaat demi kebaikan kualitas hidup warga di likungkungan tersebut. 

Dalam sikap merubah atap menjadi ruang olah raga, menurut Kat Harrold (desainer arsitek atap bangunan dari perusahaan Bel Air Md.) tidak bisa langsung memugar ruang atap tersebut dengan apa yang kita inginkan. Selayaknya terlebih dahulu menetapkan antar-tindak apa yang hendak ingin dicapai pada ruang atap tersebut, lalu menganalisis konstruksi bangunan tersebut apakah mampu dan layak untuk menerima antar-tindak tersebut. Arena olah raga seperti Liga Bocce pada gambar diatas memiliki beban bergerak yang harus diperhitungkan pemerataan bebannya. Kemudian media lapangan seperti tumbuhan yang harus memiliki perlindungan terhadap material atap bangunan agar tidak mengurangi nilai ketahanannya. 

Satu hal yang signifikan atas pengaruh ruang atap pada perumahan di Washington DC telah menjadi nilai tambah dan menentukan keberhasilan penjualan unit-unit rumah bagi pengembang. Dari hal ini terlihat bahwa masyarakat sudah begitu tidak tergantung dengan fasilitas kota apakah mampu melayani masyarakatnya atau tidak, tetapi masyarakat sudah berpikiran secara mandiri tidak tergantung pada fasilitas kota melainkan mengupayakannya secara pribadi agar dapat menjalani hidup secara lengkap dikota tanpa merasakan kekurangan-kekurangan keberadaan kotanya.


Atap dan Air 

Bagaimana ya rasanya merasakan terbang ditempat secara pribadi dan umum untuk menyatu dengan alam angkasa sebagai jawantah mental diri yang bebas sebebas-bebasnya... Jangan kawatir, atap bangunan juga mampu melayaninya. Atap bangunan akan disediakan sarana air untuk berenang, berendam dan bermain air antar kelompok agar menyatu dengan angkasa. Air merupakan objek atau zat tidak mungkin berada diatas atau mengambang secara tetap, ia akan pasti jatuh kebawah, dan itu memang kodrat air yang sulit untuk dibantah. Sehingga hampir tidak mungkin kita bisa berselimut air di angkasa. Hal ini sangat lumrah bila kita rasakan di daratan. Namun atap dapat mendukung hal itu, bagaimana kita bisa berpelukan dengan air di alam angkasa agar dapat menemukan sensasi terhadap mental diri untuk kebebasan yang hakiki. Air di angkasa, serasa berdekatan dengan langit tempat bersemayam-Nya sang pencipta seakan-akan jauh dari antar-tindak yang biasa dijalani sehari-hari. Ruang kota tentu tidak dapat memberikan pengalaman yang indah ini. Sehingga atap bangunan yang tinggi tidak jarang menjadi arena air atau kolam renang untuk menuju sensasi tersebut. Berikut ini hasil desain arsitektur yang dapat mendekatkan manusia dengan alam angkasa di air melalui atap bangunan.


                            Floating Balcony Pools, salah satu hasil rancangan bangunan kondominium di Mumbai, India

Kondominium bermunculan di mana-mana di seluruh dunia untuk mengakomodasi kurangnya ruang di banyak kota serta populasi yang terus meningkat, tetapi konsep The Grande Aquaria menunjukkan bahwa kreativitas tidak harus sesuai dengan inisiatif desain pada umumnya. The Aquaria Grande terdiri dari dua menara 37 lantai dengan sculptural yang indah. Ini adalah kolam balkon mereka, yang sengaja diciptakan sebagai susunan yang menonjol atas alasan utama yang mensukseskan hasil penjualan unit-unit rumah pada kondominium ini.

Dirancang oleh konsultan arsitektur yang berbasis di Hong Kong, James Firm untuk perusahaan real estate Wadhwa Group. The Aquaria Grande akan dibangun di Mumbai, India. Desain bangunan memungkinkan cahaya alami untuk meresap ke dalam lebih dari 200 unit tempat tinggal yang tersusun di kondominium ini. Hasil desain tersebut merupakan sikap sadar lingkungan dengan menggunakan fasad kaca hemat energi untuk mengurangi konsumsi energi bangunan.




                                             Universe Beach House Centers On Swimming & Spectacular Views


Universe Beach House dapat dikenal dengan mudah oleh kolam yang melingkar berada di tengah bangunan rumah yang dapat memberi kesan yang dramatis. Rumah yang luar biasa ini dirancang oleh seorang arsitek bernama Tatiana Bilbao, rumah terletak pantai di Meksiko dan letaknya seakan menyatu dengan bentang alam lingkungan berbatu.Universe Beach House sendiri telah dirancang dengan menggunakan banyak beton, ruang terbuka dan dekorasi yang sederhana untuk menekankan titik fokus rumah terhadap atap dan fitur kolam renang. Dinding interior melengkung yang mencerminkan sisi kolam renang menambah minat dan kegunaannya sebagai pengingat dari apa yang ada di atas atau atap bangunan rumahnya. Pencahayaan yang memanfaatkan bawah air serta pandangan konstan telah menempatkan rumah tersebut menjadi rumah pantai bernilai arsitektur yang memiliki kelas tersendiri.



                                                                     Marina Bay Hotel, Infinity Pool, Singapura

Menyediakan kolam renang pada atap bangunan tinggi dan rumah biasanya dilakukan dengan setengah hati. Berbeda halnya dengan gedung bertingkat banyak seperti Marina Bay Hotel, ia menyediakan kolam renang ini dengan cara bersungguh-sungguh dengan memberinya nama Infinity Pool. Bagaimana tidak, kolam renang ini memiliki panjang 150 meter pada atap bangunannya. Seakan-akan gedung ini menyediakan air mengambang di angkasa untuk dapat menikmati indahnya kota Singapura dari langit. Dengan adanya sentuhan kolam renang yang luas di atas atap secara tidak langsung telah menciptakan industri pariwisata seperti tambang emas karena menciptakan magnet bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke atas untuk dapat mencicipi keindahan Kota Singapura melalui atapnya.

Selain itu, dengan atap bangunan Marina Bay Hotel yang menjadi kolam renang telah menghapus batas rentang antara daratan dan angkasa. Disana dapat kita rasakan seakan-akan dapat dengan mudah menjamah setiap sudut kota. Tidak ada satu objekpun yang dapat menghalangi pandangan untuk menikmati indahnya kota Singapura. Kita akan disibukkan dengan perasaan melayang-layang untuk dapat mengitari seluruh ruang kota yang ditugaskan oleh Yang Maha Kuasa untuk mengawasi setiap aktivitas manusia yang ada di bawahnya (nikmatnya menghayal...:p).


                                                                     The Joule Hotel, Dallas, Texas-Amerika


                                                             The Joule Hotel pada malam hari

Pada atap Joule Hotel, Dallas ini terdapat kolam renang yang menjorok keluar sisi bangunan untuk memberikan kesan melayang di udara. Desain tersebut juga untuk memberikan ruang agar menghasilkan suatu pemandangan yang bebas dan lepas untuk mempengaruhi mental manusia. Desain ini merupakan fitur utama hotel yang menjual. Pada malam hari, kolam renang diberikan sentuhan pencahayaan neon dengan warna cahaya yang beragam dan unik menuju landmark hotel yang sudah diperbaharui pada tahun 1920. Dengan mengingat keberadaan hotel ini, jangan-jangan Marina Bay Hotel, Singapura menjadikan Joule Hotel, Dallas sebagai inspirasi hasil desainnya... (mungkin saja...:))


Atap dan Taman Hijau

Berikut akan kita nikmati bagaimana taman hijau menutupi atap bangunan di beberapa kota-kota besar dunia.

Nagoya, Jepang

 

Kota Nagoyadalam program Japan Aichi Prefektur meluncurkan sistem sertifikasi baru yang disebut "Nice Green Nagoya," pada bulan Juli 2008 untuk mendorong terciptanya lebih banyak ruang hijau di sekitar rumah dan kantor. Nagoya menggunakan sistem untuk mengevaluasi dan menghargai upaya penghijauan yang dilakukan oleh warganya dan perusahaan setempat. Proyek-proyek yang mencapai peringkat tinggi diberikan sertifikat dan izin untuk menggunakan logo program bersama dengan fasilitas ekonomi lainnya. Di bawah sistem ini banyak yang dinilai sebagai adil, baik, atau sangat baik berdasarkan memuaskan kriteria tertentu seperti rasio area hijau ke seluruh daerah, rasio pohon dibandingkan dengan vegetasi lain di wilayah tersebut dengan pelestarian pohon yang ada, penghijauan dari atap dan dinding, dan upaya untuk menjaga dan mengelola ruang hijau.

London, Inggeris



Ruang atap yang digunakan sebagai tempat berternak lebah. Bagi masyarakat yang tergabung dalam asosiasi peternak lebah di London memahami bahwa memiliki satu kandang lebah berarti sudah berpartisipasi untuk ikut menyelamatkan lingkungan dunia. "By keeping just one hive you are immediately introducing 50,000 pollinators into an urban area and that can have a huge impact on the environment. I like the idea of doing something as an unfettered individual when most of the time we can't seem to affect any of the sad things that are happening to the earth" Bukan tanggung-tanggung, ada anggota asosiasi peternak lebah yang telah mengembangkan sarang lebah di 12 lantai bangunan. Antar-tindak ini terinspirasi dari masyarakat kota Paris, Perancis (sarang lebah di atap Opera Paris) yang telah memulainya terlebih dahulu 20 tahun yang lalu.


Montecarlo, Monaco


Hotel-hotel yang tersusun di pinggiran pantai Monaco secara umum telah menganut rooftop garden. Pantai tidak hanya dapat dinikmati melalui bibir pantai, tapi juga dapat dinikmati melalui atap gedung hotel. Pada bagian atap hotel tersebut terlihat pohon-pohon alami untuk mendekatkan ruang tersebut pada bibir pantai. Ruang atap ini dapat dijadikan alternatif ruang bersantai yang utama selain di bibir pantai sebenarnya.

Osaka, Jepang 



Ketika stadion bisbol Osaka ditutup, pembangunan dimulai kembali dengan membuka distrik komersial baru yang berdekatan dengan Stasiun Kereta Namba, pemberhentian pertama dari Bandara Kansai. Mengingat lokasi dimiliki oleh Nankai Electric Railway meminta Jon Jerde untuk membuat pintu gerbang yang akan mendefinisikan ulang identitas Osaka. Jerde menjadikan Namba Parks sebagai taman raksasa, campurtangan alam padat dan keras yang dapat menyesuaikan kondisi alam perkotaan Osaka. Di samping menara 30 lantai, proyek ini memiliki pusat komersial dengan gaya hidup (120 penyewa) dimahkotai dengan taman atap yang melintasi beberapa blok sementara secara bertahap naik ke delapan tingkat. Selain menyediakan komponen hijau sangat terlihat di kota dimana terdapat alam yang langka, taman miring menghubungkan ke jalan, disambut untuk menikmati kebun yang kelilingi pohon, kelompok batuan, tebing, rumput, sungai, air terjun, kolam dan teras di luar ruangan. Di bawah taman, jurang mengukir jalur pengalaman melalui khusus eceran, hiburan dan tempat makan. Bagaimana penampakannya dapat kita lihat pada gambar berikut.












New York, Amerika


Kali ini yang bakal tampil adalah mega proyek yang dinamakan New Yorks in the Sky.
Kabar utamanya adalah taman umum yang dibangun di atas struktur rel yang panjangnya 1,45 mil (2,3 km) dengan fisik jalan yang ditinggikan dari jalan Gansevoort Barat ke 34 jalan di Manhattan bagian Barat. Sebelumnya, wilayah taman luas ini adalah garis angkutan kereta api yang beroperasi antara tahun 1934-1980 yang membawa daging ke distrik pengemasan daging, barang-barang pertanian ke pabrik-pabrik dan gudang dari industri bagian Barat, serta surat-surat ke Kantor Pos.

Daerah baru ini telah diambil alih oleh Departemen NYC Parks & Recreation dimana sebuah organisasi non-profit 'Friends of the High Line' membangun dan memelihara ruang publik yang luar biasa ini. Tahap II dari kabar utama ini hanya dibuka minggu lalu (8 Juni 2011) untuk ajang promosi dalam mensukseskan mega proyek tersebut. Dengan adanya berita utama ini diharapkan menjadi tujuan populer bagi wisatawan dan masyarakat Kota New York selama bertahun-tahun yang akan datang.

Rincian gambaran di taman bersama, sejarah singkat dan gambaran konstruksi dapat ditemukan pada foto yang menakjubkan di bawah ini.





























Terakhir, apakah atap yang me-ruang kita ungkap diatas itu lahir begitu saja tanpa ada inspirasi di balik itu? Mungkin saja iya dan mungkin saja tidak. Bila kita menelusuri secara praktis pemikiran atap yang meruang itu berasal salah satunya bisa dilihat berdasarkan waktu. Sebelum beranalisis lebih lanjut, bolehlah sejenak kita memperhatikan hasil karya arsitektur berikut ini.

Kellies's Castle, Malaysia







Puri Kellie yang belum selesai  berdiri megah di atas Sungai Kinta dekat Batu Gajah, Malaysia. Kastil, dengan menara berlantai empat (legenda mengatakan bahwa itu seharusnya menjadi enam lantai) adalah sebuah proyek ambisius oleh William Kellie Smith yang dimaksudkan untuk membuatnya menjadi pusat kehidupan sosial bagi daerah perkebunan kolonial yang kaya dan sebagai wilayah administrasi. William Kellie Smith berasal dari desa di Skotlandia yang dikenal sebagai Kellas dan kemudian berkembang menjadi Malaya ketika ia berusia 20 tahun pada tahun 1890. Dia membuat keberuntungan dari konsesi pemerintah negara bagian untuk pembukaan hutan di Perak.
 
Kastil atau Puri bisa kita pahami adalah rumah yang memiliki benteng bangunan sebagai ruang melindungi diri dari serangan musuh. Sehingga ruang tersebut dikondisikan agar dapat ber-antar-tindak dengan membawa senjata ke atas atap untuk bertahan dari musuh yang menyerang dari bawah berbagai sudut. Pada zaman tersebut, bangunan yang memiliki kegiatan pada bagian atap bangunan hanya kastil, puri dan sejenisnya. Mungkin saja atap yang me-ruang pada bangunan saat ini di kota terinspirasi dari bangunan ini. Puri Killie's di Malaysia merupakan salah satu contoh bangunan di dunia yang menerapakan antar-tindak pada atap bangunan. Dan ini merupakan anlisis praktis yang tidak perlu dipertanyakan validitasnya untuk membuktikan dimana atap yang me-ruang itu berasal. Dan pembaca dipersilahkan untuk membuktikannya lebih dalam dan terukur secara mandiri.

Alhamdulillah, akhirnya selesai juga posting yang ke dua ini dengan membahas Atap yang Me-ruang sambil menunggu anak ke dua lahir hadir kedunia atas izin Allah Yang Maha Berkuasa dan memohon segala perlingdunganNya. Semoga posting ke dua ini bermanfaat dan dapat meningkatkan pemikiran kita dalam ilmu pengetahuan arsitektur. Amiin...

Kata Kunci: Atap, me-ruang



Mintalah kepada Ku, maka akan Ku berikan apa yang engkau minta.
Fastabikhul khairat, wassalam. wr.wb...
blackaruni, dua puluh enam mei dua ribu tiga belas, 16:50
medan